Cat akrilik pada kain, kain tenun, kayu
500 cm x 100 cm
Kurator: Aprilia Ariesty Wibowo
Lokasi Karya: Joglo RT 01
Buruh merupakan pekerja yang sering disebut dengan pekerja kasar dimana pekerjaannya melibatkan kegiatan produksi massal dan pada umumnya berhubungan dengan mesin dan kegiatannya dilakukan secara berulang. Winihastuti dalam karya ini mengamati isu buruh perempuan dimana kini buruh perempuan menjadi perbincangan hangat yang kemudian membentuk narasi dan masing-masing pribadi berupaya mengungkap fakta atas ketidak adilan yang dialami oleh buruh perempuan hingga yang berkaitan dengan ekspresi dan kehidupan pribadi buruh perempuan.
Sekararum Winihastuti mencoba mengamati langsung kehidupan perempuan pekerja salah satu pabrik yang terletak di Sewon, Bantul, Yogyakarta, dalam kaitannya dengan pekerjaan yang digeluti sehari-hari di pabrik dengan kehidupan keseharian di rumah dimana subjek yang diamati Winihastuti merupakan penduduk Dukuh Sawit. Hasil pengamatan Winihastuti kemudian dituangkan ke dalam karya Winihastuti yang dikemas dalam sebuah karya dengan konsep Wayang Beber dengan cerita kisah Werkudara dan Dewa Ruci yang menjadi representasi narasi yang mewakili kehidupan subjek penelitian Winihastuti yang dikemas dalam catatan peristiwa yang berurutan atau kronik.
Wayang Beber merupakan sebuah karya tradisi yang memiliki linimasa sejarah yang panjang dan dimulai dari relief candi di Indonesia dimana ketika itu Wayang Beber dikenal sebagai Wayang Watu. Dari relief candi, Wayang Beber berkembang ke medium lain yaitu seperti Daun Siwalan atau Lontar kemudian Kayu Dluwang, kertas dan kemudian kanvas. Dalam gaya visualnya, Wayang Beber memiliki perubahan dengan latar belakang penyebaran ajaran agama melalui cerita yang metaforik dengan figur-figur yang menceritakan sebuah adegan. Dalam bentuk figurnya, diawali dengan bentuk dengan anatomi manusia menjadi figur yang terdeformasi menjadi bentuk figur yang menyerupai wayang (figur tampak samping) dengan latar belakang ketentuan agama Islam yang tidak memperbolehkan bentuk figur makhluk hidup.
Istilah Wayang Beber digunakan semenjak zaman Majapahit dimana Wayang Beber dipentaskan dan kemudian disepakati bersama dalam pengertiannya dimana Wayang Beber berarti pertunjukan Wayang dengan menggunakan medium kanvas atau kulit Kayu Dluwang yang dibentangkan (beber). Dalam penerapan konsep Wayang Beber dalam karyanya, tiap babak dalam karya Winihastuti menceritakan kehidupan para perempuan pekerja tenun PT Samitex yang beririsan dengan kegiatan selama bekerja sebagai buruh tenun PT Samitex yang diceritakan secara objektif yang dilihat secara luas hingga mendalam yang kemudian semua babak akan dikolaborasikan dan diterjemahkan bersama perwakilan perempuan pekerja PT. Samitex.
Dalam presentasinya, Winihastuti tidak hanya menampilkan artefak yang menyerupai Wayang Beber dengan cara digantung di salah satu sudut sebelah barat Pendopo Agung RT 01, namun terdapat presentasi performatif yang akan mengawali pemasangan karya dengan menceritakan secara lisan pada tiap babaknya dan akan membuka gulungan karya (beber) ketika memasuki babak ketiga dan kemudian karya akan terus dibuka selama pameran berlangsung.
Babak I:
Dikisahkan seorang perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik tenun. Pekerjaannya dimulai setelah ia menyelesaikan proses training tenun di pabriknya. Keseharian domestiknya yang diawali dalam membantu pekerjaan rumah dibarengi dengan pekerjaannya yang dihabiskan di pabrik membuatnya menemukan keseharian yang biasa dialami oleh perempuan sebayanya ia temukan di pabrik tersebut. Gesekan kehidupan antara kegiatan domestik dan mesin tenun, suara bising, dan aroma benang-benang yang diuntai di mesin menjadi konsumsi kesehariannya. Pekerjaannya memenuhi kebutuhannya secara moneter pada kelas bawah. Tidak banyak yang akhirnya yang dapat ia capai, setidaknya pekerjaannya tidak merugikan orang lain, tetap didapatkan dengan baik, dan tidak membuatnya harus berpikir panjang oleh ekspektasi karena ekspektasi hanya pada kain-kain yang ditenunnya berhasil terproduksi dengan baik. Serta kehidupan domestiknya dapat ia lakukan dengan baik dan lancar, dengan kemauan yang tinggi dalam berkontribusi di rumah dan lingkungan sekitarnya.
Babak II:
Selama kesehariannya berlangsung, perempuan buruh tenun dipertemukan pada fase pernikahan. Dimana kehidupan domestiknya lebih disemarakkan menjadi istri rumah tangga dan tantangan dalam berumah tangga serta tantangan pekerjaannya di bagian tenun. Dalam pekerjaan di pabrik, karakter akan menyaksikan beberapa efek dari masyarakat atau warga sekitar yang tinggal disekitar pabrik. Bagaimana pabrik tersebut menghasilkan polusi suara, polusi di sungai, dan polusi udara (bau). Pada lingkungan sosial di Sawit, karakter tidak dapat ikut dalam kegiatan RT atau RW dikarenakan rutinitasnya padat oleh pekerjaan domestik dalam rumah tangga dan waktunya dihabisi oleh bekerja di pabrik.
Babak III:
Melalui konflik-konflik yang bermunculan di sekitar karakter, sebagai buruh tenun, karakter melakukan dialog diri untuk dapat bernavigasi dalam kehidupannya dan menyikapi permasalahan tersebut. Babak ini yang nantinya akan diselaraskan oleh salah satu perwakilan ibu pekerja PT. Samitex dalam upaya menceritakan kembali.
Sekararum Winihastuti adalah seorang seniman yang saat ini menempuh pendidikan sarjana di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, jurusan Seni Rupa Seni Patung. Melintasi berbagai disiplin seni seperti film, performance art, dan seni intermedia. Sebagian besar bereksperimen pada seni patung, namun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan berbagai pendekatan budaya material dan eksperimentasi konsep dalam proses berkarya untuk menemukan pengetahuan baik secara teknis maupun intelektual. Dengan tujuan untuk mengembangkan kemungkinan-kemungkinan baru untuk pendekatan seni yang lebih luas dan memperkaya proses kreatif.