meja altar, hardboard, clay, kain, dupa
Dimensi bervariasi
2024
Kurator: Theresia Alit Kurniawati
Lokasi Karya: Joglo RT 01
Andhika Pratama merupakan Dhalang wayang potehi yang menampilkan 2 karya, yaitu aktivasi karya pementasan wayang potehi bertajuk “See Yu Ki : Prahara Hauw Ke Kok”, serta instalasi yang dipamerkan bertajuk “Altar Bersama.” Berangkat dari pengalamannya sebagai dhalang wayang potehi, Andika dalam aktivasinya ingin mengartikulasikan bahwa wayang potehi juga dapat dikaitkan dengan isu-isu pada masa kini. Pementasan wayang potehi ini menyoroti mengenai persoalan ekologis yang berkaitan dengan iklim serta mengenai hubungan antara Sang Pencipta, manusia, dan semesta. Secara garis besar, aktivasi ini akan mengisahkan mengenai perjalanan Sun Go Kong dan Biksu Tong untuk mencari kitab suci. Pada suatu hari sampailah rombongan biksu Tong di suatu kerajaan Hauw Ke Kong yang dipimpin oleh raja bergelar Hauw Ong yang merasa sedih akibat dari iklim kerajaan yang dilanda musim kering tiada henti sehingga kekurangan air. Sang Raja memutuskan untuk membuat pengumuman mencari orang pandai untuk mendatangkan hujan. Raja pun mendapatkan seorang pandai bernama Tjuan Tjin yang sesungguhnya adalah siluman singa bernama Tji Mo Say. Hujan pun turun bersama malapetaka yang turun, Sang Raja dibunuh oleh siluman singa dan siluman tersebut menjelma menjadi raja Hauw Ong palsu. Kesenian yang dekat dengan rakyat, serta mengartikulasikan mengenai tanggung jawab ekologi menjadi alasan pemilihan lakon Sun Go Kong ini. Melalui aktivasi ini, para penonton akan dibawa untuk lebih memiliki kesadaran atas problematika ekologi, perilaku masyarakat serta dampaknya terhadap isu mengenai alam lingkungan. Karya ini ingin merepresentasikan bahwa menjaga lingkungan dan meruwat bumi pada akhirnya memerlukan keseimbangan dan hubungan yang saling berkait kelindan antara ritual, religi dan semesta. Bahwa berbagai kebijaksanaan, tuturan, mitos serta tradisi yang diturunkan oleh para pendahulu kita merupakan upaya penyelarasan antara Tuhan, semesta dan manusia yang perlu kita selaraskan ruwat, serta rawat sesuai dengan relevansi pada hari ini secara berkesinambungan.
Pada instalasi pamernya, Andhika membuat instalasi bertajuk “Altar Bersama”. Karya ini berupa instalasi altar yang biasanya terdapat pada pementasan wayang potehi pada umumnya. Wayang potehi dilestarikan dan dihormati pula oleh masyarakat Jawa yang turut ambil bagian dalam pementasan. Altar, selain sebagai sarana ritus untuk kepercayaan tradisi Tionghoa juga menjadi ruang pemberian hormat. Di bagian bawah meja altar dibuat semacam tokwi dari kantong wayang potehi. Kantong merupakan simbol dari badan manusia atau tokoh wayang potehi, ini merupakan perwujudan perlu adanya kerjasama antar sesama manusia serta antara manusia dengan alam dan semesta. Karya altar bersama ini menjadi representasi visual pemberian hormat serta sarana refleksi bagi generasi muda untuk mengembangkan rasa toleransi, apresiasi dan penghormatan terhadap leluhur pendahulu.
Andhika adalah seorang berketurunan etnis Tionghoa yang lahir dan dibesarkan di Jakarta, Indonesia. Ia lahir pada tanggal 2 Februari 1998. Dia menggeluti dunia Wayang Potehi sejak tahun 2018. Ia juga mendirikan sanggar wayang potehi yang masih baru bernama Sanggar Wayang Potehi Siauw Pek San. Andhika merupakan dalang yang menitikberatkan pementasannya pada pakem tradisi wayang potehi yang dimainkan dan diwariskan dari guru-guru maestro wayang potehi di Jawa Timur. Akan tetapi, ia selalu membuka ruang untuk bisa memberi inovasi dan kreasi pada pertunjukan wayang potehi dengan mempertahankan pakem dan tradisi yang sudah berjalan seperti membuat kolaborasi wayang Cina Jawa dengan wayang potehi dan juga membuat wayang potehi kolosal yang mementaskan 2 panggung wayang potehi.