Akrilik pada kanvas (5 meter x 2.5 meter), instalasi arsip, wawancara Bapak Sukirno (15:00 menit)
Kurator: Amos Ursia
Lokasi Karya: Joglo Pak Newu RT 02
Geber bukan sekedar latar untuk mendekorasi pertunjukan ketoprak. Dalam karya M. Shodik, geber atau disebut juga kelir adalah medium, terutama untuk menjadi jembatan pada pembacaan ulang atas motif, pola, dan kecenderungan visualnya. Menghafal adalah pola visual dan kata kunci yang ditemukan dalam telaah Shodik. Pola hafalan dan menghafal juga muncul dalam kecenderungan dramaturgi ketoprak setelah 1960-an, terutama pada era ketoprak radio dan televisi. Ada kecenderungan yang sama dalam pengulangan pola visual geber, tuturan aktor ketoprak, hingga “pakem” naskah — mengantar pada temuan soal ketoprak sebagai instrumen pengulang pesan dalam skema komunikasi politik Orde Baru. Lapisan-lapisan yang mengitari geber kemudian melampaui geber semata-mata sebagai lukisan latar saja. Dalam prosesnya, Shodik melukis geber secara bersamaan dengan mengkaji sejarah ketoprak — baik secara umum atau secara khusus di Dukuh Sawit. Temuan Shodik berangkat dari kisah-kisah warga Sawit pegiat ketoprak dan kelompok ketoprak Sawit. Telaah artistik itu kemudian menjadi awalan untuk membaca ulang geber, tradisi seni lukis, dan sejarah ketoprak.
Muhammad Shodiq, lahir di Kabupaten Probolinggo, Jawa timur pada 27 Desember 2001. Shodiq merupakan seorang seniman yang sedang menempuh studi di jurusan Seni Lukis ISI Yogyakarta. Shodiq terlahir dan dibesarkan dari lingkungan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada tembakau di wilayah Probolinggo. Dalam pendekatan riset artistiknya, Shodiq memposisikan diri sebagai bagian dari realitas masyarakat yang didekati dalam karyanya, yakni petani tembakau. Ia mendekati berbagai subjek dalam isu pertanian tembakau, dari mulai petani, tengkulak, hingga buruh pabrik. Ia menuangkan eksplorasinya terhadap isu tersebut melalui berbagai media, seperti lukisan, performans, instalasi, dan musik.