Konferensi Pers Asana Bina Seni 2024
Golong Gilig Sawit: Gayeng Ngrumat Bumi
Hari/Tanggal : Senin, 19 Agustus 2024
Lokasi : Joglo Pringgo Wiyono RT 02, Sawit, Panggungharjo
Konferensi Pers Asana Bina Seni 2024 dengan tema “Golong Gilig Sawit: Gayeng Ngrumat Bumi” diselenggarakan di Joglo Pringgo Wiyono RT 02, Sawit, Panggungharjo, pukul 15.00 WIB dan dihadiri oleh sejumlah media untuk meliput. Kegiatan konferensi pers ini menjadi sarana untuk sarana untuk mengumumkan, menjelaskan serta mempromosikan kegiatan Asana Bina Seni 2024 yang diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta. Adapun yang menjadi narasumbernya yaitu Putri Harbie selaku perwakilan dari Yayasan Biennale Biennale Yogyakarta, Ripase Nostanta sebagai perwakilan kurator, Andhika Pratama dan Risang Panji selaku perwakilan seniman, Bangkit Sholahudin sebagai Dukuh Sawit, serta Angga Kurniawan sebagai perwakilan dari panitia penyelenggara.
Sebagai pembuka, Putri Harbie selaku perwakilan Yayasan Biennale Yogyakarta menyampaikan kilas balik dari Biennale Jogja 17 tahun 2023 yang bertajuk “Titen”. Beliau memaparkan bahwa program Asana Bina Seni merupakan program inkubasi untuk seniman muda dan ekosistem muda yang akan melanjutkan eksperimen yang telah dilakukan secara berkelanjutan. Dimana keberlangsungan 2 kegiatan ini memiliki konsep yang sama, diselenggarakan di ruang warga. Pada tahun 2024 ini juga menjadi tahun pertama program Asana Bina Seni (selanjutnya disingkat menjadi ABS) tidak diselenggarakan di Taman Budaya Yogyakarta, namun mengikuti sistem Biennale Jogja yang akan diselenggarakan di ruang hidup masyarakat. Kali ini, Biennale Jogja melanjutkan kerjasama kembali dengan warga Kelurahan Panggungharjo, terkhususnya daerah Padukuhan Sawit.
Selanjutnya, Bangkit Sholahudin sebagai Dukuh Sawit melanjutkankan pembicaraan terkait kesan dan pesannya sebagai kepala dukuh yang mewakili warga ketika diajak berkolaborasi dengan Yayasan Biennale Yogyakarta. Beliau memaparkan bahwa hal yang menjadi pemantik bagi warga yaitu pada ketika beberapa warga Sawit ikut terlibat dalam perhelatan Biennale Jogja 17 2023: “Titen”. Dimana terdapat beberapa titik di daerah Panggungharjo yang digunakan sebagai lokasi pilihan BJ 17, yaitu Balai Budaya Karang Kitri, Mataraman, dan Daerah Kupas: TPS 3R, juga terdapat warga Sawit yang pernah berkolaborasi dengan salah satu seniman saat Pembukaan BJ 17 di Kampung Mataraman. Seniman ini berkolaborasi dengan Kelompok Gejog Lesung Maju Lancar RT 05 Sawit dengan bentuk kolaborasi yaitu membuat lagu baru.
Bangkit memaparkan, kehadiran Biennale membuat warga menjadi lebih terbuka, mampu menerima seniman dengan kapasitas mereka sebagai warga dan melihat seniman sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat. Hal-hal yang menurut mereka bukan seni, menjadi pelajaran baru yang hari ini mereka sebut sebagai kesenian. Tanpa disadari, kesenian-kesenian yang ada di desa banyak yang sudah memudar, namun kesenian-kesenian tersebut perlahan mulai dilestarikan kembali karena adanya kolaborasi dengan pihak Biennale Jogja. Hal ini dapat menjadi corong utama untuk menjalin kerja sama yang lestari, dan juga memberi dampak timbal balik yang baik antar seniman dan warga.
Sebagai perwakilan panitia penyelenggara, Angga Kurniawan menceritakan tentang kebersamaannya yang dilaluinya bersama para seniman Asana Bina Seni 2024 ketika mengeksplor dan bermain di Sawit selama proses persiapan dalam beberapa bulan terakhir. Para seniman yang giat dalam menggali informasi terkait daerah Sawit, dan para tokoh warga yang masih giat dalam menggeluti kesenian-kesenian tradisional, seperti tokoh ketoprak, Kelompok Ibu-ibu Panunggroho, Kelompok Bapak-bapak Mocopatan, warga desa yang masih bergelut di bidang jatilan, di bidang pangan tradisional, dan masih banyak lagi. Tokoh-tokoh tersebut juga masih ada ternyata di Sawit dan mau diajak untuk berkolaborasi. Angga pribadi juga menjadi jauh lebih mengenal desa dan tokoh-tokohnya karena setiap sore bermain dan belajar langsung di sana.
Mewakili teman-teman kurator, Ripase Nostanta, yang juga merupakan seorang alumni peserta Asana Bina Seni tahun 2023, kembali terlibat lagi dalam Asana Bina seni tahun ini sekaligus sebagai seniman individu. Perspektifnya sebagai seniman alumni dan untuk kegiatan ABS tahun ini merasa cukup tertantang. Hal ini dikarenakan Asana Bina Seni sebelumnya serba dipermudah karena ketersediaan ruang pamer (yang mana tahun lalu berpameran di Taman Budaya Yogyakarta). Ketika seni ini masuk ke ruang warga (desa). Ketika berpameran di ruang pamer formal (galeri, museum, dll), ia dan para peserta ABS merasa benda seni yang diletakkan dengan ditempel saja sudah bisa menjadi karya, berbeda dengan media ruang pamer di desa. Penciptaan karya ini juga sangat tertolong dengan bantuan warga karena banyaknya masukan, juga berkat bantuan Mas Wawan dan Pak Bangkit. Baginya, kesenian itu sederhana dan dekat dengan kehidupan dan tidak perlu menjadi hal yang repot. Yang terpenting bagaimana proses kebersamaan dengan warga Sawit yang dengan senang hati membantu proses persiapan pameran.
Risang Panji dan Andhika Pratama, sebagai perwakilan para seniman Asana Bina Seni, juga turut terlibat dalam menyampaikan kesan pesannya. Awalnya, Risang sempat mengalami kebingungan untuk membuat karya yang seperti apa dan harus menjalin interaksi dengan warga. Namun, ia mendapat pencerahan saat berbaur dengan ikut dalam kegiatan keseharian warga. Ternyata dengan melihat story warga bisa menjadi sebuah karya, berbeda pada pameran pada normalnya yang menyiapkan karya dengan proper. Dari warga ia banyak belajar tentang kesederhanaan yang ternyata bernilai mahal. Sementara Andhika Pratama, membuat 2 karya utama dari penampilan utamanya yaitu Wayang Potehi. Karya pertamanya yaitu Wayang Potehi tentang Serial Saiyuki (Perjalanan ke Barat/Kera Sakti/Sun Wukong). Karya ini bercerita tentang prahara yang terjadi di salah satu kerajaan selama perjalanan tersebut. Karya kedua, instalasi interaktif tentang hal-hal yang berhubungan dengan ritual di Padukuhan Sawit. Tujuan karya ini adalah mengajak audiens untuk menaruh memori kolektif dalam sebuah altar, termasuk segala doa, harapan, penolak bala, dan cita-cita tentang bumi yang ideal menurut kita. Akan ada aktivasi pada hari terakhir berupa penyampaian tulisan-tulisan tersebut kepada Tuhan yang Maha Esa.
Kemudian, adapun karya dari Bangkit Sholahudin, yang juga terlibat sebagai seniman individu, yaitu beberapa peninggalan pusaka dari dukuh-dukuh sebelumnya. Dalam konotasi sejarah, banyak peristiwa yang digambarkan dalam sebuah keris. Contohnya, sebagai bentuk kepemimpinan ketika Raden Suta Wijaya yang diangkat menjadi Raja Mataram. Dia membawa pusaka-pusaka yang ada di Majang. Karyanya ingin menggabungkan dua doa yang sering ditemukan di masyarakat Padukuhan Sawit. Pertama, doa yang selalu kita panjatkan melalui lisan kita yang kemudian dijadikan syair dipertemukan dengan doa yang diwujudkan dalam sebuah tempaan besi/keris yang menyimpan banyak filosofi. Maka dari itu, ketika kita di akhirat datang sebuah ruwatan, ada ruwatan pusaka dan ruwatan daerah. Dan itulah yang akan diangkat dalam karya ini. Pada “Golong Gilig Sawit: Gayeng Ngerumat Bumi” diberi judul “Kiai Sawit”. “Kiai Sawit” adalah keris-keris yang akan dipajang. Dan juga proses penempaannya memiliki makna sebagai proses bagaimana doa-doa tersebut diselaraskan.
Konferensi Pers Asana Bina Seni 2024: “Golong Gilig Sawit: Gayeng Ngrumat Bumi” ini dilanjutkan dengan sesi tanya jawab bersama para media. Setelah sesi tanya jawab berakhir, dilanjutkan dengan tur kuratorial untuk melihat karya-karya yang ada di titik-titik lokasi pameran di Padukuhan Sawit. Terdapat 8 titik pameran yang dikunjungi di 5 RT. Tur kuratorial dipandu oleh Ragil Cahya Mahardika selaku perwakilan kurator dan kegiatan pada hari tersebut berakhir sekitar pukul 18.00 WIB.