Instalasi Pagar dan Orang-Orangan sawah
2024
Kurator: Theresia Alit Kurniawati
Lokasi Karya: Sawah Joglo Pringgo Wiyono Sawit
“Hati yang senang akan membuat hasil panennya baik”
-Pak Munji-
Jenita Hilapok, kami kerap memanggilnya Jeni. Salah satu seniman jebolan Asana Bina Seni 2024 yang berasal dari nun jauh dari timur Indonesia, Wamena. Selama pengamatannya di Yogyakarta terkhusus Dukuh Sawit, ia merasa ada banyak perbedaan cara bercocok tanam di Sawit dengan daerahnya, terlebih karena lanskap dan kondisi alam yang cukup berbeda. Misalnya dalam sisi perlindungan lahan pertanian padi, tidak perlu memagari dan memberi perlindungan lebih dari serangan hewan dan manusia di Wamena. Jenita melihat kesederhanaan lini dan laku kehidupan yang disuguhkan Dukuh sawit mengunggahnya untuk membuat karya representasi kekayaan tradisi pertanian daerahnya yaitu pagar tradisional disandingan dengan orang-orangan sawah ala Dukuh Sawit.
Kalimat pembuka di awal teks merupakan ucapan Pak Munji atas respon proses berbagi pengetahuannya dengan Jenita. Selama proses pengamatan, penciptaan dan pematangan karya, Jenita bertandang dan disambut baik oleh salah seorang petani yang ada di Dukuh Sawit yaitu Bapak Munji RT 02. Jenita banyak bercerita tentang kebahagiaan senang berkolaborasi dengan Bapak Munji karena membiarkannya mengeksplorasi banyak hal baru. Pak Munji juga turut membantu Jenita dalam memenuhi berbagai kebutuhan untuk orang-orangan sawah buatannya, seperti alat untuk menukang dan meminjamkan baju juga topi. Pak Munji juga mengizinkan Jenita meletakkan karyanya pada area sawah miliknya yang sedang tidak ditanami.
Di tempat Jenita tinggal, berbagai jenis tanaman dijaga dengan cara yang cukup unik yaitu dipagar bukan menggunakan alternatif orang-orangan sawah atau plastik bening yang dilihatnya di Dukuh Sawit. Pagar ujung runcing yang saling dikaitkan dengan rotan ini digunakan untuk melindungi tanaman dari hewan liar seperti babi, uniknya pada bagian atas pagar ini ditumpuk jerami atau alang-alang seperti mahkota. Fungsi lain pagar ini juga sebagai pembatas kepemilikan tanah antar warga. Pagar-pagar ini melindungi panganan tradisional dan bahan makanan keseharian seperti ubi jalar, keladi dan sayur-sayuran seperti kol.
Pagar khas Wamena dan orang-orangan sawah pada karya Jenita dikerjakan di dua tempat sekaligus, Dukuh Sawit dan Bangunjiwo, Studio Udeido. Bahan-bahan yang digunakan juga sulit menemukan yang serupa dengan di Wamena. Berbekal salah satu toko bangunan di Bangunjiwo, Jeni mengakali kayu-kayu yang didapatnya agar bisa memvisualkan bentuk aslinya menggunakan kayu sin, aslinya pagar ini menggunakan kayu pohon pinus yang bisa diperoleh dengan mudah dari hutan dengan ukuran yang besar dan tebal, begitu pun dengan rotan.
Pergeseran Budaya dan Mahalnya Bahan Pangan
Pagar menjadi penting posisinya diantara banyaknya elemen lahan dan pangan di Wamena karena makanan pokok utama tumbuh di dalamnya. Masyarakat adat di sana banyak mengkonsumsi daging, ubi dan sayur-sayuran yang diproses dengan dibakar. Pergeseran makin kuat saat generasi seperti Jenita sudah mulai mengakrabkan diri dengan kehadiran nasi. Memakan beras adalah hal baru, namun seiring berjalannya waktu dan makin masifnya penanaman padi di sana, warga akhirnya menyesuaikan meski perlahan makin menjauh dari panganan tradisi, ubi ke nasi.
Dari sisi selera, lidah masyarakat turut berubah, makan nasi jauh lebih enak daripada ubi. Dari segi harga, ubi terhitung jadi jauh lebih mahal daripada beras. Misalnya saja, ubi yang besar dan manis dihargai 70-50 ribu per tumpuk, bayangkan satu keluarga membutuhkan 4 tumpuk untuk memenuhi kebutuhan pangannya, hampir mencapai 300 ribu rupiah. Bandingkan dengan beras 20 Kg hanya seharga 265 ribu dan bisa bertahan lama bila disimpan dengan baik memenuhi kebutuhan makan keluarga. Mahalnya ubi juga disebabkan naik turunnya harga yang sungguh sulit terprediksi, tergantung keberhasilan panen. Meski mahal tetap saja ubi jalar tetap punya penggemar, ditanam dan dibeli. Karena ubi jalar adalah makanan tradisi yang sangat penting. Hampir semua bagian dari tanamannya bermanfaat, ubi dan daunnya yang muda bisa dikonsumsi manusia dan daun ubi yang tua bisa jadikan pakan ternak.
Karya jenita ini akan meniru bentuk asli pagar tanaman di Papua. Secara bentuk berupa pagar memanjang 2 meter dengan ukuran kayu 20 cm diikat menggunakan rotan dengan disandingkan atau lebih tepatnya dijaga orang-orangan sawah.