Karya: Mira Rizki
Penulis: Eliesta Handitya
Catatan Kuratorial
“Whitepage: Pengalaman Inderawi Mencerap Bunyi Kota”
Karya bertajuk Whitepage yang dipresentasikan dalam laman https://white-page.site/ menghadirkan pengalaman meruang atas ekologi bebunyian kota. Suara riuh rendah jalanan dan klakson kendaraan, celetuk, sesumbar dan haha-hihi yang kedengaran lamat-lamat, lantunan lagu menyelinap perlahan di tengah ke-riweuh-an dan wira-wiri manusia, sirine kereta api, kumandang adzan, hingga senyap ceruk ruang kota— menjelma pengalaman inderawi yang patut dicerap. Whitepage dieksperimentasikan untuk memberikan konteks ekosistem bunyi “kota” terdiri dari berbagai aspek keruangan, kemudian diolah dan dihadirkan dalam situs berbentuk halaman putih yang bisa diakses bebas secara virtual melalui beragam perangkat gawai.
Bebunyian kota yang ‘dipindahkan’ dari ranah realita menuju realitas virtual, mau tak mau pun turut mengubah konsepsi kita tentang lanskap dan ekologi kota. Sekat-sekat keruangan dalam konteks perkotaan dipreteli jadi ruang putih ‘kosong’, menciptakan kebingungan sesaat tatkala memasuki “halaman putih”— situs yang mewadahi ekosistem bunyi. Secara radikal, pengalaman sensori audiens diajak berkelana untuk mencerap bunyi yang terhampar di halaman putih tanpa sekat. Kita seolah menjejak ruang “ambang “ dan “di antara” (in between and betwixt) yang mana pengalaman tersebut menciptakan distorsi seolah kita sedang mengalami proses meruang nan nyata di suatu kota (somewhere), sekaligus tidak sedang berada di mana-mana (nowhere). Di sinilah pengalaman sensori kita diuji. Di tengah ruang putih, racikan bunyi akan menggiring pemaknaan kita terhadap satu konteks keruangan tertentu, yakni suara-suara di tengah ekosistem kota.
Selama proses pengkaryaan, Mira Rizki mencoba mempertanyakan tentang kelindan antara manusia, ekologi bunyi dan teknologi untuk ditarik sebagai pintu masuk untuk merefleksikan problema menyoal aksesibilitas teknologi dan juga hubungan manusia dengan ekologi yang dijembatani oleh perangkat teknologi— sebut saja penggunaan perangkat gawai, koneksi internet hingga alih media virtual. Whitepage merefleksikan keberadaan perbedaan (dan ketimpangan) terhadap intermedialitas teknologi melalui cara audiens mengakses karya.
Saya melihat Whitepage sebagai bentuk kritik atas pelbagai permasalahan yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Melalui karya ini, Mira Rizki menawarkan perspektif (dan kritik) terhadap ketimpangan aksesibilitas terhadap infrastruktur teknologi. Kecanggihan teknologi, termasuk gawai dan media internet seolah memanjakan manusia pada tawaran kepraktisan, tetapi di saat yang sama, memberikan batasan-batasan misalnya pengalaman meruang yang spesifik pada layar dua dimensi, interaksi terbatas dalam potongan gambar, cuilan teks, sambungan telepon yang mesti bergantung pada koneksi seluler atau Wi-Fi, hingga ketimpangan aksesibilitas terhadap koneksi internet dan perangkat teknologi.
Faktanya, tidak semua orang memiliki akses yang setara terhadap infrastruktur teknologi. Maka dari itu, kesenjangan akses dalam penggunaan perangkat teknologi pun tak pelak mendorong pengalaman yang pula beragam (dan spesifik) terhadap bagaimana audiens berinteraksi dengan karya ini. Melalui Whitepage, pengalaman mendengarkan bebunyian perkotaan pun turut dieksperimentasikan: proses mengakses karya menggunakan perangkat teknologi berbeda tentu akan menciptakan pengalaman personal dan spesifik terhadap suara yang ditangkap. Ketika mencerap bunyi yang diakses melalui Whitepage, persepsi audiens dibuat terombang-ambing. Mereka hadir sebagai penonton, sekaligus menjelma subjek dalam wacana tentang bagaimana infrastruktur teknologi secara berbeda dapat memberikan pengalaman spesifik dalam menangkap bunyi yang termaktub dalam laman Whitepage, baik secara parsial maupun menyeluruh/holistik.
Whitepage merupakan upaya merefleksikan politik aksesibilitas hingga hubungan manusia dengan ekologi melalui proses pencerapan mendengar yang dimediasi oleh penggunaan teknologi. Alih wahana ekosistem bunyi perkotaan dalam ruang virtual serba putih pun menggulirkan pertanyaan tentang bagaimana teknologi berperan dalam menciptakan distorsi informasi— dalam hal direfleksikan melalui bagaimana bunyi (soundscape) kota hadir melalui situs laman serba putih yang terlepas sepenuhnya dari situasi fisik ruang perkotaan.