Karya: Riyan Kresnandi
Kontributor : Rancang gambar bangun/Galih Arya Pinandita, Sistem Jaringan/Bramantyo Aryo Wicaksono, dan Desain Grafis/Tadiga Kurniananda.
Penulis: Anam Khoirul
Riyan Kresnandi telah lama menggeluti karya-karya yang berbasis media baru. Pada karya-karyanya sebelumnya, ia sering menggunakan berbagai media baru seperti instalasi dan video art. Dalam karya-karya media baru tersebut, ia banyak melirik pada persoalan-persoalan mengenai intoleransi, aparat yang represif, hingga sentimen agama dalam kehidupan masyarakat yang multikultural dan multireligius seperti di Indonesia. Ia lebih sering menggunakan karya-karya yang bersifat parodi, yang dibuat dengan tujuan untuk mengomentari, mengkritik atau menyindir persoalan yang terjadi dalam lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya.
Karya yang dipamerkan pada Asana Bina Seni kali ini, merupakan eksperimen terbarunya yang berbasis Video Game Minecraft. Di mana, pemain game dapat dengan bebas mengeksplorasi bahan apapun guna membangun sebuah konstruksi bangunan, hingga membuat alternatif tatanan dunia baru dalam bentuk virtual. Permainan ini sendiri awalnya berjenis sandbox, dan memiliki mode permainan seperti dari mode creative hingga mode survival. Jika pada mode creative seluruh bahan sudah disediakan. Tetapi dalam mode survival sedikit berbeda, bahan yang kita inginkan harus kita cari sendiri dengan cara menambang.
Berangkat dari persoalan tentang bagaimana otoritas negara hingga sensor sipil —yang sering dilakukan organisasi masyarakat reaksioner— telah mencederai kebebasan berekspresi dan berkesenian dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Karya berjudul Reconnected Access Memory (RAM) ini, adalah sebuah bangunan museum seni dalam dunia virtual permainan Minecraft. Di mana, sebagai manifestasi dari akses memori yang telah terhubung kembali dengan tujuan untuk mengumpulkan dan mewadahi narasi-narasi yang terpinggirkan. Seperti karya-karya seni yang pernah disensor, dilarang, dibubarkan, bahkan dirusak oleh aparat yang represif maupun ormas reaksioner. Isu-isu yang dianggap sensitif tersebut antara lain menyoal pornografi, sentimen agama, komunisme, kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Di sini, Ryan sadar bagaimana peran media baru internet dapat menjadi alternatif baru, di mana masih memiliki ruang-ruang eksklusif, yang dapat diakses oleh sebagian orang yang memiliki akses. Sebagian orang lagi dibawa oleh algoritma konten yang cukup spesifik di internet, meskipun dalam hal ini belum bisa dikatakan bebas dari sifat politis sepenuhnya. Di mana, hal ini disebabkan media baru internet digunakan sebagai ruang tumbuh untuk mendapatkan informasi, menginformasikan, dan membangun hubungan sosial dan politik alternatif yang baru.
Apakah hal ini berarti hanya mengumpulkan karya-karya terlarang dan tersensor tersebut? Tentu saja tidak. Jika demikian, hal yang dilakukan Ryan sama dengan apa yang telah terjadi pada pameran “Museum Tanpa Tanda Jasa” di Bandung pada tahun 2016, yang berakhir pada penutupan pameran juga oleh kelompok atau organisasi masyarakat reaksioner. Kemudian apakah ini hanya perihal memindahkan dari dunia realitas ke dunia virtual? Tentu saja tidak sesederhana itu. Perbedaan dengan museum virtual lainnya adalah berbentuk video game yang berbasis di Minecraft.
Dalam permainan ini, selain menjadi pengunjung museum, pemain juga dapat memilih peran menjadi seniman, atau aparat. Di mana setiap pemilihan peran dalam game ini, memiliki kuasa, tipe, dan karakter yang berbeda, yang dapat saling berinteraksi dan memainkan perannya masing-masing. Kemudian memungkinkan menciptakan konflik baru atau tidak menciptakan konflik sama sekali, ketika masuk dalam waktu yang bersamaan dalam satu server, layaknya museum konvensional pada umumnya dalam dunia nyata. Bedanya dalam dunia alternatif ini kita tidak hanya dapat berperan menjadi pengunjung, tetapi dapat memilih diantara ketiganya. Menariknya, kita dapat melihat bagaimana ketika semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk memilih, peran apa yang mereka inginkan dalam permainan ini menjadi patut disimak, dan dilihat bagaimana hasil dari simulasi peran virtual yang dijalankan.
Penggunaan multimedialitas media baru internet memberikan angin segar bagi mereka yang terpinggirkan oleh narasi dominan dari otoritas negara, maupun dari sensor sipil. Media baru internet juga dapat menjadi dorongan bagi mereka yang bertujuan menegakkan emansipasi dan demokrasi dalam kesetaraan berpendapat dan berkarya seni. Saya rasa, Ryan sangat tau, dan tepat menggunakan media berbasis video game online yang semakin populer belakangan dalam keadaan pandemik seperti sekarang, dan juga untuk menyasar generasi muda yang haus akan informasi. Ia melihat, bagaimana ruang-ruang alternatif ini tidak mudah dijangkau dan dikuasai oleh narasi arus utama. Karya ini juga memuat nilai-nilai kritis yang mencerminkan ketidak-demokratisnya realitas sosial di Indonesia, dan sikap politis memperjuangkan kesetaraan berpendapat dan berkesenian lewat alternatif media baru.