Antara Memori dan Identitas Diri
Ruang Interaktif
530 x 490 cm
2022
Konsep Karya
Penulis: Suliswanto
“Saya terlahir dua kali: sebagai seorang perempuan pada pagi buta tanpa kabut di Ibu Kota Jakarta, 5 Maret 1995. Lalu sekali lagi sebagai anak remaja laki-laki di sebuah ruang gawat darurat di Yogyakarta pada tahun 2015.”
– Chandra Rossellini-
Identitas, dan tubuh adalah bagian yang tak luput diidentifikasi secara tunggal oleh negara. Bagaimana seksualitas, gender, maupun peran sosial jenis kelamin tertentu ditentukan tanpa membuka diskusi dengan bidang keilmuan dan individu yang bersangkutan. Hak tubuh yang semestinya menjadi lingkup personal, dan punya kedaulatannya sendiri, dikategorikan menurut persepsi umum yang terlanjur mapan dan relasi kuasa yang dimiliki oleh institusi negara. Hal itu salah satunya bisa kita dapati dalam kartu identitas yang hanya mencantumkan jenis kelamin ke dalam dua kategori: laki-laki dan perempuan. Di titik ini perlu dipertanyakan ulang, sejauh mana negara berhak menjamah dimensi paling privat individu, yakni identitas dan ketubuhan, serta bagaimana posisi personal setiap orang dalam menentukan seperti apa dirinya berada di tengah masyarakat. Chandra Rossellini yang merupakan individu interseks, sangat merasakan bagaimana negara melakukan represi terhadap identitas tubuhnya. Ia kesulitan mendapat kartu identitas, yang berdampak panjang terhadap karir dan fungsi sosialnya, seperti ditolak penerbangan, susah mendapat pekerjaan, hingga dikucilkan.
Melalui catatan-catatan visualnya, pembaca bisa mendapati refleksi Chandra dalam mengejar “ketertinggalan” sebagai laki-laki selama kurun waktu tujuh tahun terakhir. “Antara Memori dan Identitas Diri” dipamerkan dalam bentuk proses yang berjalan. Di mana seniman melakukan instalasi studio di dalam galeri, sehingga karya yang direncanakan tampil dalam bentuk flipbook itu, dapat dilihat proses penyusunannya oleh pengunjung. Pengemasan tersebut dipilih untuk menyampaikan narasi identitas interseks yang bertumpuk layaknya gambar gerak yang penuh layer, dan kehadiran seniman di ruang pamer memungkinkan apresian melakukan wicara langsung. Hal itu dilakukan untuk membangun kedekatan dan dialog secara aktif kepada publik.