GORO GORO GEGERBOYO
(Sebuah pertunjukan kethoprak gif)
Saat pandemi corona melanda hampir seluruh dunia, tidak ada negara yang siap dan cepat tanggap untuk melawannya. Berbagai usaha dilakukan mulai dari tingkat kebijakan negara hingga perorangan, mulai dari social distancing hingga lockdown. Sementara seluruh dunia bekerja mencari cara menanggulanginya, tatanan kehidupan diwajibkan berubah. Muncul banyak peraturan-peraturan baru tentang bagaimana kita hidup dan bersosialisasi, baik secara resmi yang dibuat pemerintah untuk mengatur warganya, hingga peraturan tidak tertulis yang disepakati bersama dan tumbuh secara organik. Mendadak banyak hal yang berubah di sekitar kita secara serentak, kemudian hal ini dimaknai dengan istilah new normal atau kehidupan normal yang baru.
Pertanyaan selanjutnya adalah; apa yang dimaksud dengan new normal? Apakah pembatasan interaksi fisik dan tren pertemuan secara daring, webinar dan sebagainnya itu yang disebut sebagai new normal? Apakah perubahan kebiasaan kita yang mengunaakan masker dan membawa hand sanitizer ini yang disebut new normal? Bagaimana kalau sebenarnya ini adalah kehidupan normal yang seharusnya? Bagaimana kalau ini adalah cara alam memberi tau kita untuk menjalani kehidupan yang lebih baik? Sekuat kuatnya manusia tetap akan kalah dengan alam, karena alam selalu menang. Seperti yang pernah ditulis Thom Yorke dalam lirik lagunya; ‘Gravity Always Wins’.
Pandemi corona menyerang semua lapisan masyarakat tanpa memandang kelas, kasta, agama, ras dan struktur sosial. Mulai dari konglomerat hingga penjual angkringan, semua merasa ter teror dengan adanya corona. Ditengah terbukanya arus informasi dan media yang terkadang tanpa filter, membuat penyikapan, pemahaman, serta pengejawantahan praktik hidup dalam menyikapi corona tentu saja berbeda-beda.
Gegerboyo tertarik untuk membahas situasi pandemi ini dengan sudut pandang masyarakat yang kerap disebut sebagai akar rumput atau dalam struktur ekonomi berada di kelas bawah. Kami tertarik mengulik hal ini, karena masyarakat dalam lapisan tersebut kerap dilihat dan dimarjinalkan sebagai kelas yang tergopoh-gopoh dalam mengikuti semuan aturan new normal ini. Tetapi kami memiliki keyakinan bahwa cara dan strategi mereka dalam menyikapi hidup baru ini mungkin lebih progresif, tepat guna dan kontemporer. Secara umum proyek ini ingin berbagi dan belajar bersama tentang praktik tata cara hidup baru yang lintas kelas dan berbagi imajinasi tentang bagaimana kita melihat masa depan.
Informasi lebih lanjut terkait karya, silahkan klik tautan berikut: https://www.instagram.com/gegerboyo/
Profil Seniman
Gegerboyo adalah project kolaboratif antara Vendy Methodos, EnkaNkmr, Dian Suci Rahmawati, Ipeh Nur dan Prihatmoko Moki dan didirikan pada Juni 2017 di Yogyakarta. Gegerboyo banyak terinspirasi oleh tradisi budaya Jawa, budaya urban, kaitan keduanya serta korelasinya dengan fenomena sosial politik saat ini.
Karya yang dihasilkan diantaranya : Mural dan Instalasi Gapura Buwana, Kali Kuning Merapi dan Biennale Yogyakarta (2019), Mural Umbul Bintik, Klaten (2019), Mural dan Instalasi Sangkan Paraning Dumadi, Exposure Yogyakarta (2019), Mural Tan Hana Dharma Mangwra, Redbase Foundation (2019), Mural Karmawibhangga, Kebun Bibi Yogyakarta (2018), Mural Babad Alas, Jalan Brigjen Katamso (2018), Mural Festi Sip, Tugu Jogja (2017), Mural Hard Exercise Vs Epic Mystical, Jalan Mataram (2017), Mural Sajen, Sewon Art Space (2017), dan Mural Pancasila Kridosono (2017).