Karya: Bodhi IA
Penulis: Alia Swastika
Unjuk rasa merupakan salah satu ekspresi kritik yang dilakukan oleh sekumpulan orang dalam rangka menciptakan demokrasi. Akhir-akhir ini banyak demonstrasi berlangsung di Yogyakarta, mulai dari RUU Musik, RUU KUHP, RUU PKS, isu-isu pelanggaran HAM, hingga omnibuslaw. Unjuk rasa atau demonstrasi yang terjadi sering kali terlihat monoton. Sebagai peristiwa massa, demonstrasi dapat disaksikan apabila kita berada di lokasi unjuk rasa atau membaca melalui berita elektronik maupun cetak. Dalam karya “demonstrasi langit” Bodhi merancang karya berupa layang-layang. Dalam situasi pandemi seperti sekarang banyak pecahan peristiwa yang menjadi inspirasi. Yang pertama adalah berubahnya prosedur tetap untuk menggelar aksi demonstrasi, di mana semua orang harus menjaga jarak, memakai masker dan tentunya mematuhi protokol kesehatan. Yang kedua adalah fenomena populernya layang-layang sebagai aktivitas luar ruangan yang digemari di Yogyakarta, ketika angin bertiup cukup kencang di area-area terbuka. Karya “Demonstrasi langit” akan menghadirkan karya berupa layang-layang sawangan, sebuah layangan yang menghasilkan suara drone, sehingga menarik perhatian orang ketika bersuara.
Layangan sawangan atau sendaren atau sowangan, mula-mula sering dijumpai di Blora sebagai medium untuk mengusir hama burung. Para petani biasanya sering menerbangakan layangan sawangan saat padi hampir memasuki masa panen. Selain layang-layang, biasanya petani melepaskan burung dara yang diberi alat berbentuk seperti peluit (di beberapa daerah, burung dara yang dipasangi alat seperti peluit disebut juga sebagai “doro sawangan”). Dari peristiwa inilah, karya Demonstrasi Langit bermula. Sembilan buah layangan sawangan sebagai representasi dari sembilan tuntutan yang dibawakan oleh masa aksi damai di Yogyakarta.
Selain mengeluarkan bunyi yang berbeda-beda, masing-masing layangan akan bergambar mata dari 9 arca penjaga candi-candi di jawa. Arca yaksha, durga, ganesa, mahakala, nandiswara, chakra bhairawa, wairocana, makara, mahendradatta. Masing-masing bentuk mata arca yang diaplikasikan pada layang-layang sawangan mewakili sembilan tuntutan aksi damai di Yogyakarta. Kesembilan layang-layang sawangan ini diterbangkan sehingga menimbulkan suara bising. Suara ini menjadi peringatan, seperti ketika warga kampung membunyikan kentongan, sebuah tanda bahaya.
Bodhi juga menampilkan video ketika layangan itu diterbangkan di sawah-sawah di sekitaran Yogyakarta. Menarik untuk merelasikan gagasan ruang terbuka, tanah dan sawah dengan isu-isu tentang reformasi agraria yang banyak disinggung oleh para aktivis. Dengan latar belakang sebagai aktivis, Bodhi membawa narasi dan isu-isu dalam pergerakannya sebagai bagian dari praktik penciptaannya, sehingga isu-isu ini bisa bertemu dengan publik lain, melalui pendekatan yang lain. Layang- layang menjadi metafor visual bagi perlawanan terhadap otoritas rezim, dan pada saat yang sama menjadi ruang untuk bertemu dengan bahasa estetika lainnya.