Paè’na Bhàbàr
Seniman : Ma’rifatul Latifah
Variable Dimensions
Instalasi Multimedia
2023
Kurator: Ima Gusti
Paè’na Bhàbàr
Kehadiran karya ini datang dari perbincangan hangat sore hari seniman bersama ibunya, biasa Ma’rifatul panggil dengan sebutan Emak, mengenai cerita proses kehamilan dan melahirkan sang seniman. Pengalaman pribadi Emak tentang sakitnya perjuangan melakukan segala cara menjaga kesehatan jabang bayi anak pertamanya membuat Ma’rifatul sebagai anak tergugah untuk mencari lebih dalam mengenai rasa hamil dan melahirkan. Bagi keluarga Ma’rifatul, kehamilan anak merupakan anugerah luar biasa dari Tuhan dan bagaimanapun caranya anak tersebut harus lahir dengan sehat. Emak tidak menggunakan jasa bidan selama mengandung Ma’rifatul dan lebih percaya dukun bayi sebagai perwujudan dari lokalitas yang kuat. Maka dari itu pengalaman mengandung dan melahirkan Emak menjadi menarik untuk digali lebih dalam.
Ma’rifatul lahir dengan prematur, membuatnya harus mendapatkan perlakuan khusus oleh sang dukun bayi dan Emak. 7 bulan dalam kandungan merupakan proses yang begitu sulit bagi Emak. Beliau yang sama sekali tidak suka meminum jamu terpaksa meminumnya sesuai dengan anjuran dukun bayi dengan harapan anaknya lahir dengan sehat. Setelah tepat 7 bulan didalam kandungan Emak, Ma’rifatul lahir ke dunia tepat di acara pelet kandung (tradisi adat Bangkalan tiap 7 bulan kehamilan) dibantu oleh dukun beranak. Diceritakannya spirit melahirkan yang dirasakan Emak muncul dikala pengkarya tidak bisa diam atau berulah dalam perut. Baginya melahirkan anak pertama adalah proses penentuan hidupnya.
Setelah melahirkan pun Emak masih harus berjuang melawan sakit. Emak rela untuk tidur dengan posisi duduk di sofa dengan kaki diselonjorkan pada kasur dan menggunakan stagen selama empat puluh hari penuh demi mengembalikan kekencangan perut Emak. Jika mengacu pada dukun bayi Emak, perempuan setelah melahirkan akan melakukan beberapa ramuan jamu. Diantaranya; 1) Parem wajah (bedak dingin) dilakukan setiap hari selesai mandi, 2) Parem kaki untuk menyembuhkan kaki yang bengkak, 3) Parem perut selama 70 hari agar perut kembali singset dengan bantuan korset dari kain (stagen), 4) Jamu melahirkan selama 40 hari atau selama masa Nifas (darah yang keluar setelah melahirkan), setelah 70 hari maka ada jamu galian rapet agar kemaluan dapat singset/ rapet. Emak menjalani proses merasakan bau rempah-rempah, rasa pahit dari jamu yang diminum dengan 4 macam jamu. Kegunaannya adalah untuk pengembalian bentuk-bentuk tubuh yang mengalami proses melepas dari postur asli, untuk kemaluan perempuan dari keluarnya seorang anak, maka juga adanya pengobatan dari dalam yaitu meminum jamu agar tidak menjadi poroh (nanah di perut).
Melalui cerita Emak, Ma’rifatul berusaha untuk merasakan pahitnya melahirkan dan mempresentasikan percobaannya melalui performatif dialog dan karya instalasi ruang. Rekonstruksi pengalaman pahit dari Emak ini kemudian dinamai Paè’na Bhàbàr yang diartikan pahitnya melahirkan menurut Kamus Bahasa Madura. Kursi sebagai restorasi pengalaman Emak yang tidur dengan duduk, korset, jamu bekas minum, dan parem menjadi material residu peragaan dialog yang kemudian dipajang menjadi karya instalasi. Selain itu, terdapat sebuah lukisan dengan material jamu yang dijahit pada kain belacu yang menggambarkan siklus kehidupan dalam kehamilan dan prosesi melahirkan sebagai penguat gagasan.
Berfokus merekonstruksi jamu melahirkan, Ma’rifatul mengajak audiens untuk melek pada praktik lokalitas Madura. Jamu memiliki nilai lokalitas yang kuat di Indonesia karena merupakan warisan budaya dan tradisi dari nenek moyang kita. Ketenaran jamu disebabkan oleh fungsinya yang berdasarkan pandangan peramu dan pengguna jamu memiliki khasiat untuk segala macam penyakit dan dimanfaatkan secara turun temurun. Khusus untuk jamu Madura, ketenarannya berfokus untuk perawatan wanita dan keperkasaan laki-laki (Satriyati et al, 2019). Secara umum, minum jamu telah menjadi kebiasaan keluarga dan masyarakat Madura, khususnya yang masih berdarah biru atau keturunan/kerabat raja (Nurlaila, 2013). Karya Ma’rifatul merupakan upaya untuk mengenalkan jamu Madura atau lebih spesifiknya jamu melahirkan khas Madura yang merupakan warisan budaya dan harus dilestarikan dan dikembangkan. Lebih lanjut, Ma’rifatul mengajak audiens untuk berdiskusi mengenai wawasan yang lebih dalam tentang jamu dan kehamilan hingga usai melahirkan, termasuk kaitannya dengan aspek-aspek budaya, sosial, dan ekonominya melalui karya ini.
Profil Seniman : Ma’rifatul Latifah
Ma’rifatul Latifah (Bangkalan, 1997) belajar di jurusan Seni, Drama, Tari, dan Musik di Universitas Negeri Surabaya lulusan tahun 2021. Mia merupakan aktor yang sering kali karyanya mengangkat isu sosial dan perempuan. Iya merupakan anggota Kamateatra Art Space (2019) dan Perempuan Xpresif (2022). Mia juga pernah meraih 5 penyaji terbaik dalam lomba Monolog “Dramakala Fest” di London School of Public Relations Jakarta (2018), Aktor Monolog dalam naskah “Mak” karya Putu Wijaya dalam acara Monolog Pasca Pandemi yang diselenggarakan oleh Komite Teater Dewan Kesenian Surabaya (2020), Penyaji Monolog terbaik 2 dalam acara Parade Monolog Sidoarjo se-Jawa Timur Gerbangkertasusila (2021).