Awikworks Oprex Budoyo
Seniman : Muzeian
300 cm x 300 cm x 300 cm
Aneka Ria Modul Elektronika
2023
Kurator: Muhammad Farid
“Merawat Tradisi Bantengan Agar Tetap Relevan”
Masyarakat modern banyak melakukan pemaknaan dan pengembangan untuk menjaga warisan budaya mereka tetap relevan. Piliang (2022) mengungkapkan istilah imajenasi modern dan pascamodern sebagai orientasi pikiran manusia dalam membentuk realitas budayanya.
Imajenasi modern lebih berorientasi murni pada masa depan. Yaitu upaya eksplorasi untuk menemukan imaji-imaji baru yang belum pernah ada sebelumnya, dengan menyangkal imaji dari masa lalu. Menurut sifatnya, imajenasi modern memiliki sifat produktif dengan selalu berorientasi pada cara, fungsi, bentuk serta pengalaman yang baru untuk menghasilkan perbedaan.
Sebaliknya, imajinasi pascamodern mulai menyangkal adanya bayangan telelogi masa depan dan menghargai kembali imaji-imaji dari masa lalu, untuk dieksplorasi dalam kebutuhan masa kini. Menurut sifatnya, imajinasi pascamodern memiliki ciri yang bersifat reproduktif. Ia merepetisi imaji, struktur dan pengalaman yang sudah ada untuk mempertahankan sebuah identitas yang sudah mengakar.
Imajenasi pascamodern itu tampak jelas dalam “Awikworks Oprex Budoyo” karya Muhammad Zeian. Dengan nalar imajenasi reproduktifnya, Zeian menyuguhkan Tradisi Bantengan dari Jawa Timur dengan medium aneka ria modul elektronika. Ia mempertahankan simbol-simbol tradisi yang melekat pada Bantengan yang asli, termasuk musik, kostum dan topeng kepala bantengnya untuk bisa dinikmati masyarakat sekarang yang lekat dengan teknologi.
Seni Tradisional Bantengan sendiri adalah jenis seni pertunjukan berasal dari Jawa Timur khususnya di Kawasan Bromo, Tengger, Semeru (BTS). Tradisi Bantengan ini menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang sangat kental dengan nuansa magis. Tradisi Bantengan mengandung banyak pelajaran moral yang dituangkan ke dalam mantra dan syair sholawat. Selain itu ada pula ajaran tentang cara merawat nilai-nilai sosial dan masyarakat.
Pemain bantengan meyakini permainannya akan semakin menarik apabila telah masuk tahap trans. Pada tahapan tersebut pemain menjadi kesurupan arwah leluhur (Dhanyangan). Tahapan kesenian bantengan terdiri atas tiga tahap. Ketiga tahapan tersebut diantaranya (i) Ritual Nyuguh atau Sandingan, (ii) Tahapan pementasan yang meliputi Arakan hingga kesurupan atau ndadi (trans), dan (iii) Tahapan nyuwuk dengan tujuan memulangkan arwah leluhur ketempat asalnya.
Pada saat pemain sedang kesurupan atau ndadi (trans), para roh leluhur konon bisa berkomunikasi dengan para ahli supranatural setempat melalui mediumisasi para pemain bantengan. Prosesi ini dapat dipandang sebagai bentuk demokratisasi diantara seluruh makhluk yang ada di desa tersebut, termasuk roh, hewan dan tumbuhan.
Kebijakan “Ngrumat Akal”
Usut punya usut, tradisi bantengan ini bermula dari kecerdikan para guru silat yang ada di Kawasan BTS untuk mengelabuhi pemerintah kolonial Belanda. Pada masa penjajahan, banyak perguruan silat yang dihabisi oleh pemerintah kolonial sebab dianggap menjadi ancaman.
Masyarakat dilarang belajar silat dan banyak guru silat diburu keberadaannya hingga ke hutan-hutan. Beberapa perguruan silat di kawasan BTS akhirnya memutar akal (Ngrumat Akal) agar praktik perguruan silat tetap berjalan. Caranya ialah dengan menggunakan kostum hewan seperti banteng dan harimau.
Cara itu berhasil mengelabui pemerintah kolonial, sehingga praktik tersebut mereka lihat sebagai sebuah pertunjukan teatrikal semata dan bukan latihan silat. Berawal dari kebijakan “ngrumat akal” itulah kemudian tradisi bantengan ini melintas zaman dan masih eksis hingga sekarang.
Keluwesan Bantengan dalam membebaskan bentuk dan rupa menjadikan kesenian ini terus lestari. Dengan menggunakan bahan seadanya dan tanpa pakem tertentu siapapun dapat membuat topeng dan kostum untuk kesenian Bantengan.
Pola “Ngrumat Akal” dijadikan landasan prinsip untuk menciptakan sebuah kesenian sekaligus formula agar sebuah kesenian dapat melebur dengan spirit zamannya.
Dengan pendekatan kekinian kesadaran ekologi dapat dimulai dengan menciptakan berbagai perangkat kesenian bantengan dengan berbagai macam benda. Kedepannya loka karya ini diharapkan dapat menemukan terobosan baru dalam memaknai kesenian tradisional.
Sejatinya kebijakan “Ngrumat Akal” ini adalah nasihat bagi kita untuk selalu dinamis merespons lingkungan sekitar. Seseorang diharapkan untuk selalu ngrumat (merawat) akal (pemikiran) untuk menciptakan segala sesuatu secara mandiri. Kemampuan ngerumat akal pula yang mendorong manusia untuk terus membangun, memodifikasi, memperbaiki, mempresentasikan dan membagikannya dalam bentuk nilai, kriya, karsa dan karya : cipta. []
Profil Seniman Kolektif : Muzeian
Muhammad Zeian (1997) merupakan seniman media yang berasal dari daerah Pasuruan, Jawa Timur. Sebagai seorang seniman, “Oprek” merupakan pola yang mendasari seluruh kerja keseniannya. “Oprek” merupakan metode penciptaan dalam mencari, membongkar, memodifikasi dan mengkolaborasi berbagai medium menjadi karya baru. Mulanya ia banyak tertarik dengan pola kerja piranti analog dan digital, namun keterbatasan akses pada beberapa piranti mendorongnya untuk lebih cerdik dalam mengupayakan peniruan pola kerja sebuah piranti tertentu. Beberapa karyanya seringkali bermetamorfosis, berubah bentuk, susunan, juga konteksnya. Baginya “Oprek” merupakan metode yang dekat dengan realitas akar rumput di masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap teknologi tertentu. Dengan latar belakang pendidikan seni rupa di Universitas Negeri Malang ia kerap menjadi inisiator aktif di beberapa kolektif di Jawa Timur seperti Bajra dan Unen Unen Ambyar. Awal ketertarikannya pada seni media dimulai saat ia mengikuti program residensi seni media yang diselenggarakan oleh kolektif WAFT LAB Surabaya. Melalui program residensi seni media keduanya bersama Arcolabs Jakarta dan HONF Yogyakarta ia memiliki ketertarikan tersendiri pada isu-isu teknologi akar rumput yang ada dalam masyarakat. Pada saat ini ia terbiasa menerapkan metode kolaboratif berbentuk lokakarya dalam beberapa karya terbarunya.