Luput Suwuk
Fiberglass, iron
Dimensi Variable
2022
Konsep Karya
Penulis: Widya R. Salsabila
Melalui karya Luput Suwuk, Febri Anugerah membayangkan, memaknai kembali, dan mentransformasikan pitutur, tradisi dan sejarah lisan, ke dalam bentuk visual, yakni relief. Dengan merengkuh identitasnya yang kental dengan tradisi Jawa, Febri menuangkan latar belakang seni patung dalam penciptaannya untuk menyampaikan gentingnya praktik mendengar. Pitutur yang secara klasik dikenal sebagai penuturan lisan dari peringatan, pelajaran, dan nasihat baik dimaknai kembali oleh Febri sebagai sebuah situasi sehari-hari dalam realitas bersama. Luput sendiri berarti keterlepasan, kehilangan, dan tidak lagi diingat, sedangkan Suwuk diartikan sebagai metode penyembuhan tradisional dengan doa-doa baik. Dalam proses penciptaan (re-)pitutur tersebut, Febri menelusuri bagaimana praktik mendengarkan mulai kehilangan dayanya di tengah masyarakat modern. Hal tersebut lantas berangsur menjadi dilupakannya, atau bahkan ditolaknya, tradisi mendengarkan sejarah lisan.
(re-)Pitutur dalam penciptaan Febri mempertunjukkan berbagai kemungkinan terhadap macam-macam praktik penelusuran identitas, perengkuhan tradisi, penuturan dan mendengarkan sejarah lisan. Secara khusus, Luput Suwuk menjadi pemantik untuk membayangkan situasi di mana orang-orang menolak dengar dan melupakan, lantas ia melakukan intervensi terhadapnya. Luput Suwuk kemudian menawarkan berbagai kemungkinan yang muncul: apakah keterasingan, keterlepasan, kehilangan rasa aman dan keintiman dengan ruang hidup justru dimulai dari melupakan dan menolak dengar?.