Hari Jumat, 19 Juli 2024, sekitar pukul delapan kurang lima belas menit, Ma’rifatul Latifah, biasa dipanggil Mia sedang menyaksikan pertandingan voli Dasawisma, diselenggarakan tepatnya di Joglo Pringgo Wiyono RT 02, Dukuh Sawit, Panggungharjo. Sebelumnya Mia sudah sering mengunjungi dusun Sawit dan bercengkrama dengan warga di sana, terutama para Ibu. Keakraban Mia membuatnya selalu dikabari jika jadwal acara atau kegiatan yang akan dilakukan di dukuh Sawit.
Pada malam itu Mia memotret suasana pertandingan dengan kamera digitalnya, suasana warga yang menonton, dan hiruk-pikuk kerumunan di sekitar area Joglo. Mia sudah sering mengamati dan merekam dengan kameranya tentang aktivitas warga Sawit. Kedekatan Mia itu membuat beberapa warga, terutama para Ibu, sudah hafal dengan sosok dan kehadirannya.
Kemudian sekitar pukul delapan malam, ia bertolak ke joglo RT 04 untuk menghadiri rapat rutin persiapan acara 17 Agustus. Kali ini rapat tersebut diselenggarakan oleh para pemuda dan pemudi Sawit. Mia ditemani oleh Angga Kurniawan, salah seorang tokoh pemuda dukuh Sawit. Angga Kurniawan sendiri kerap menemani partisipan Asana Bina Seni ketika berkunjung ke dukuh Sawit.
Kali itu adalah pertama kali Mia ikut rapat bersama pemuda-pemudi Sawit. Ia segera dikenalkan kepada para peserta rapat oleh Angga, Mia dikenalkan sebagai salah satu seniman Asana Bina Seni. Dalam rapat itu, Mia melakukan pengamatan dan sekali lagi merekam apa yang terjadi di rapat tersebut. Percakapan dari para pemuda-pemudi diamati dengan seksama olehnya, sesekali ia bercerita tentang ide karyanya nanti. Dalam ide karyanya, Mia akan membuat sebuah memorabilia tentang arsip foto, video, dan suara dari apa yang sudah ia rekam selama bermukim di dukuh Sawit.
Dalam praktiknya, dokumentasi yang ia lakukan adalah sebuah pengarsipan. Sudah sejak masa inkubasi Mia membawa kameranya untuk merekam apa yang ia temui. Praktik ini berlanjut hingga observasi di lapangan. Ia akan membuat sebuah foto album, mencetak foto dari temuannya selama di dusun Sawit. Sejauh kemarin ia melakukan presentasi belum ada tindak lanjut atas arsip yang ia kumpulkan. Jika selama ini ia masih di lingkup komunal yakni tingkat RT atau Dukuh, maka kedepannya ia akan mendekati ranah keluarga dalam lingkup personal.
Ada beberapa pilihan yang Mia sodorkan untuk presentasi karya seni, antara mencetak foto yang sudah ia pilih atau memajangnya di sebuah perangkat berbentuk slideshow. Tentu ini tergantung obrolan lebih lanjut antara Mia dan Ragil sebagai kurator. Banyak pertimbangan yang kiranya bisa untuk dikulik lebih lanjut sebagai artikulasi dari gagasan Mia.
Usaha Mia untuk bermukim dan mendekatkan diri pada warga adalah metode yang biasa dilakukan sebagai seniman bermukim. Di sana seniman mendekatkan diri pada lingkungan dan mengamati apa yang ada dalam kurun waktu yang relatif singkat, umumnya satu hingga tiga bulan. Luaran dari seniman bermukim ini beragam, bisa dari disiplin pengkaryaan yang sudah biasa seniman lakukan atau meminta masukan dari lingkungan sekitarnya dan tercipta karya yang baru.
Dalam hal ini Mia bergaul mengakrabkan diri pada warga dan lingkungan. Ia belajar dan ikut memasak, mengamati aktivitas warga dalam latihan rutin Gejog Lesung. Itulah mengapa beberapa para Ibu di Sawit sudah hafal dengan sosok Mia. Metode pengambilan arsip yang ia lakukan dengan mendokumentasikan kegiatan keseharian warga Sawit tentu atas seizin dan sepengetahuan warga. Para warga tidak sungkan untuk berpose ketika Mia menyodorkan kamera kepada mereka. Bahkan tak jarang juga meminta untuk diabadikan olehnya.
Editor: Amos Ursia