Instalasi kebaya, instalasi arsip (29 × 211 cm),
boneka kertas (3 × 10 cm),
video wawancara (15:00 menit)
2024
Kurator: Amos Ursia
Lokasi Karya: Joglo Pringgo Wiyono Sawit
Proyek Kebaya melihat pakaian sebagai “arsip”, sebab pakaian mengendapkan ingatan dari masa lalu, ia adalah lokasi penyimpanan kumpulan ingatan. Arsip dalam kajian konvensional dianggap sebatas lembaran teks kuno, arsip tekstual itu dianggap satu-satunya sumber untuk mendapat data-data historis. Padahal, arsip ialah semua wahana yang menjadi penyimpan ingatan. Proyek Kebaya membayangkan makna yang meluas dan melebar tentang “arsip”. Proses pencatatan ingatan yang dilakukan bersama Ibu-ibu warga Sawit jadi bagian dari kerja pengarsipan. Termasuk untuk mengumpulkan kebaya, jarik, dan kisah-kisah soal kebaya yang bisa dirayakan bersama. Setelah gempa Yogya (2006), kebaya turun-temurun milik warga Sawit serta pelengkapnya banyak yang hilang. Untuk itu, Proyek Kebaya mengingat ulang dan menawarkan “kebaya imajiner” yang dirangkai dari ingatan dan kisah tentang kebaya dari beberapa Ibu di Dukuh Sawit. “Kebaya imajiner” itu hadir dalam wujud boneka kertas yang bisa dimainkan dan dikoleksi siapa saja.
Kolektif Arungkala bergiat dalam produksi pengetahuan alternatif yang lintas disiplin. Mulai dari riset-riset independen, mengadakan diskusi publik, mengaktivasi walking tour mingguan, hingga mengadakan pertunjukan. Dalam beberapa inisiasi terbaru, kami berbahagia untuk merancang dan melakukan produksi pengetahuan berbasis publik. Berdiri sejak 2019, Kolektif Arungkala pada mulanya sekadar berjudul Arungkala, tanpa embel-embel kolektif. Pada prakteknya, Arungkala bergiat pada riset dan diskusi sosial-humaniora, meskipun secara individu-keanggotaan mempunyai peminatan dan riwayat bidang kesenian, sastra, dan pertunjukan. Sejak 2022 Arungkala mulai melebarkan praktik-praktik kepada bidang-bidang kesenian: kajian seni rupa dan pertunjukan. Hingga kemudian melekatkan beban kata “kolektif” di depan namanya: Kolektif Arungkala.