Pada 25 hingga 29 Juli 2024, Kolektif Matrahita, Bangkit Sholahudin, dan Noni Rinjani melangsungkan beberapa kegiatan bersama warga dukuh Sawit. Tanggal 25 dan 29 Juli 2024 Kolektif Matrahita mengadakan workshop menjahit, workshop ini diadakan di pendopo RT 01, Dukuh Sawit. Kegiatan itu dihadiri oleh Ibu-ibu warga Sawit, serta beberapa anak-anak yang mengikuti orang-tua mereka. Matrahita membawa mesin jahit serta peralatan dan bahan jahit yang bisa dipakai bersama.
Kemala Hayati dan Hafizh Hanani dari Matrahita memandu jalannya workshop ini. Tidak hanya menjahit, dalam workshop ini mereka juga membuat gelang manik-manik. Hasil yang diperoleh juga beragam, ada yang membuat bando, gelang, kalung. Dalam prosesnya, baik Matrahita dan warga Sawit saling mengisi satu dengan yang lain, percakapan di antara mereka terjadi dengan cair. Sehingga workshop ini berjalan dengan sangat santai. Workshop ini juga merupakan rangkaian dari pendekatan Matrahita terhadap warga dukuh Sawit yang rencananya akan diadakan sebanyak 4 kali.
Setelah workshop Matrahita, kepala Dukuh Sawit sekaligus peserta Asana Bina Seni lain yaitu Bangkit Sholahudin melakukan prosesi ritual jamasan. Ia melakukan ritual tersebut bersama sekitar tiga puluh warga Sawit. Jamasan sendiri dalam tradisi Jawa adalah prosesi merawat, memandikan, mensucikan, membersihkan benda pusaka, dalam hal ini Keris. Ritual ini dibuka untuk umum dan diselenggarakan di Joglo Pringgo Wiyono dukuh Sawit. Acara ini berlangsung dari pukul tiga sore sampai enam sore. Ritual ini masuk dalam salah satu metode konservasi, yakni metode konservasi tradisional. Sebab, ritual jamasan ini ditujukkan untuk merawat benda pusaka serta menjaga hubungan antara pemilik serta benda pusakanya.
Sementara itu hampir berdekatan dengan ritual jamasan, Noni Rinjani mengadakan acara menggambar bersama anak-anak pada 26 dan 28 Juli, yang bertempat di pendopo RT-01. Ia mengajak anak-anak di sore hari untuk bersamanya menggambar bersama. Pada presentasinya nanti, Noni akan membuat karya bersama dengan anak-anak. Hasil dari menggambar bersama anak-anak ini nantinya akan dibuat zine dan dipamerkan. Pada hari pertama, Noni mengajak anak-anak untuk menggambar makanan yang menurut mereka manis. Sementara pada hari selanjutnya, ia mengajak mereka untuk menggambar makanan manis dan makanan lokal. Terma lokal di sini tidak spesifik menuju pada Dukuh Sawit, sehingga tafsir yang dihasilkan anak-anak beragam.
Selain Noni dengan kegiatan bersama anak-anak, peserta Asana Bina Seni lainnya melakukan kegiatan harian bersama warga Sawit. Ia adalah Ma’rifatul Latifah, ia menggunakan kameranya untuk merekam keseharian warga. Hingga saat tulisan ini selesai ia belum mengetahui tepatnya bentuk dan olahan karya dari rekaman-rekaman itu. Ia juga merasa jenuh akan kesehariannya, serta mengalami kebingungan apa yang harus ia lakukan kedepannya dengan perekaman tersebut. Sehingga ia memutuskan untuk mengambil jarak atau beristirahat sejenak dari proses riset artistiknya.
***
Pada momen ini, kita bisa melihat bagaimana metode dan upaya partisipasi yang mirip antar seniman Asana Bina Seni. Terutama memang, kebanyakan seniman berasal dari luar Dukuh Sawit. Kolektif Matrahita dan Noni Rinjani melakukan pendekatan kepada warga dengan keahlian atau praktik pengkaryaan yang biasa mereka lakukan.
Kolektif Matrahita sendiri praktik artistiknya dekat dengan medium tekstil dan Noni sendiri adalah seorang pelukis. Metode mereka bisa dibilang sama, yakni mengajak warga untuk berkarya bersama, dalam hal ini adalah sebuah workshop atau lokakarya. Perbedaannya terletak pada subjek yang terlibat saja, yakni orang dewasa dan anak-anak. Menariknya, ada pengembangan subjek peserta dalam workshop yang dilakukan Matrahita, sebab awalnya mereka merancang workshop tersebut untuk untuk orang dewasa, tetapi pada perkembangan bisa diikuti juga oleh anak-anak.
Sementara pada kegiatan menggambar bersama yang dilakukan oleh Noni, ia membatasi keterlibatan orang tua dalam karya yang anak-anak mereka buat. Di situ orang tua hanya mengawasi anak mereka dari luar. Sehingga anak-anak diberi kebebasan dalam mengartikulasikan apapun yang mereka tangkap dari kata kunci yang diberikan oleh Noni.
Editor: Amos Ursia