Rambut
Seniman : Fredy Hendra
Durasi: 16 menit
Performance Art, Video Art
2023
Kurator: Dayna Fitria
Rambut
Ayah dan ibu sebagai orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan anak, termasuk dalam merawat, menjadi teman, mengajarkan nilai-nilai, dan menjadi tokoh panutan. Mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan kepribadian anak, terutama dalam hal identitas gender. Terpenuhi atau tidaknya peran tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Namun, dalam masyarakat kita saat ini, terutama di dalam lingkup keluarga, istilah “gender” sering kali menimbulkan stigma, ancaman, dan penolakan. Hal ini dikarenakan istilah tersebut dianggap sebagai propaganda Barat yang ingin mengubah tatanan masyarakat Timur, yang konon dapat memutarbalikkan ajaran agama dan budaya karena konsep gender dianggap bertentangan dengan kodrat manusia.
Dalam perkembangan gender, terdapat tiga faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor biologis, sosial, dan kognitif. Faktor biologis melibatkan pengaruh dari faktor-faktor keturunan dan sifat-sifat biologis yang ada pada individu. Faktor sosial melibatkan pengaruh dari interaksi antara anak dengan lingkungannya, seperti keluarga, budaya, masyarakat, media, dan sekolah. Faktor kognitif berkaitan dengan pemahaman anak tentang gender, di mana anak menyadari bahwa dirinya adalah laki-laki atau perempuan dan memilih aktivitas, objek, dan sikap yang konsisten dengan identitas tersebut. Namun, penting untuk dicatat bahwa konsep gender sebenarnya adalah perbedaan sosial yang ada dalam setiap budaya antara perempuan dan laki-laki, dan konsep ini dapat berubah seiring waktu. Gender bukanlah hanya tentang perempuan atau laki-laki, melainkan juga melibatkan perbedaan fungsi dan peran sosial yang terbentuk dari lingkungan. Identitas gender adalah cara seseorang merasa dan melihat dirinya sebagai perempuan, laki-laki, transgender, atau non-biner.
Bagi seorang seniman yang memilih untuk memiliki rambut panjang, seringkali muncul pertanyaan dan penolakan dari orang tuanya, terutama ibu, ketika seniman pulang ke rumahnya di Jombang, Jawa Timur. Pertanyaan tersebut seperti sebuah pisau yang ditujukan kepadanya, membuatnya merasa terbatas dalam berekspresi dan seolah-olah dipenjara. Tindakan bullying yang terjadi secara verbal, fisik, atau psikologis juga membuatnya merasa tertekan, mengalami trauma, dan merasa tak berdaya. Jika seseorang secara eksklusif memandang orang lain dari segi fisik, seperti rambut panjang, sebagai penentu identitas atau gender seseorang, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pemahaman yang terlalu sempit dan merupakan stereotip gender. Identitas gender seseorang tidak hanya ditentukan oleh penampilan fisik atau atribut seperti rambut, tetapi melibatkan faktor internal, sosial, dan personal yang kompleks.
Melalui karyanya yang berjudul “Rambut” seniman ingin memberikan ruang kebebasan bagi pengunjung untuk menjalani pengalaman dalam mengidentifikasi identitas gender mereka sendiri. Karya ini merupakan sebuah performance yang mencerminkan perjuangan pribadi seniman dalam mempertahankan identitasnya dan memperjuangkan pengakuan terhadap pilihan memiliki rambut panjang. Rambut dalam karya tersebut melambangkan jati diri dan kebebasan individu. Seniman ingin mengekspresikan bahwa rambut bukanlah sebuah masalah gender yang seharusnya mempengaruhi persepsi identitas seseorang. Dalam performancenya yang berdurasi 15 menit, seniman mengenakan gaun merah yang menawan dan berbicara tentang pentingnya keadilan dalam identitas. Ia akan memotong rambutnya yang terhubung dengan rambut palsu sebagai simbolisasi dari negosiasi dengan keluarga dan pembebasan dari norma-norma gender yang membatasi. Potongan rambut ini menjadi metafora dari upaya seniman untuk menciptakan dialog dan pemahaman bersama.
Selain itu, seniman juga memutar musik yang merupakan favorit dari almarhum ayahnya, sebagai bentuk kedekatan emosional yang melampaui batas-batas fisik dan komunikasi secara emosional dan spiritual. Melalui karya ini, seniman berusaha mengingat kenangan bersama ayah dan ibunya dengan melakukan monolog tentang dialog mereka yang selalu berkaitan dengan rambut panjang seniman. Pendekatan emosional dalam karya ini dimaksudkan untuk menciptakan kesadaran dan empati terhadap kebebasan dalam memilih identitas diri.
Karya ini terinspirasi oleh legenda Ratu Kalinyamat, yang melambangkan keberanian dan kekuatan dalam mempertahankan identitas dengan menggunakan simbol rambut. Ratu Kalinyamat membiarkan rambutnya tumbuh panjang tanpa dipotong sebagai bentuk menuntut keadilannya atas kematian suaminya Arya Penangsang yang terbunuh oleh kawanan saudaranya sendiri hingga beliau melakukannya dengan bertapa di atas gunung andaraja tanpa busana dan tidak mengikat rambutnya, membiarkannya menjuntai panjang tanpa dipotong. Melalui legenda tersebut seniman ingin menyampaikan pesan bahwa mempertahankan identitas dan melawan stereotip adalah sebuah perjuangan yang memerlukan keberanian dan tekad.
Selain performa tersebut, pengunjung juga dapat berpartisipasi dengan menuliskan ungkapan dan perasaan mereka mengenai pengalaman diskriminasi dan bullying yang mengancam kebebasan mereka dalam memilih identitas diri dan kenyamanan. Pendekatan emosional ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran dan empati terhadap kebebasan dalam memilih identitas diri.
Profil Seniman : Fredy Hendra
Fredy Hendra (lahir di Jombang, 1994) pernah bekerja di ARK Galerie selama lima tahun. Bekerja lepas dalam berbagai pameran, proyek seni, dan pertunjukan di Yogyakarta sampai saat ini. Tertarik untuk memperdalam pengetahuannya, tidak hanya di bagian teknis seperti menangani tata letak karya, pengemasan karya dan memasak, melainkan juga kerja kuratorial dan bidang lainnya. Aktivitasnya saat ini antara lain sebagai seniman, mahasiswa manajemen di Universitas Terbuka Yogyakarta dan membantu proyek seni rupa sebagai manajer.